DI PEMILU 2014 APAKAH GOLPUT (masih) HARAM?


Kalau sekarang ini semakin banyak orang antipati dan muak dengan partai-partai, itu sudah hal yang wajar dan memang seharusnya. Kita sudah banyak disuguhi berbagai fenomena dan tontonan yang memperlihatkan partai-partai yang sudah tidak bisa memberi harapan. Semua partai? Ya. Bahkan partai yang katanya berbasis agama sekalipun. Lihatlah…orang-orang partai menjadi pesakitan dan digelandang oleh KPK. Tidak tua, tidak juga yang muda. Semua sudah luluh dengan godaan yang pasti mereka tentang ketika mereka menjadi aktivis penegak kebenaran dan berada diluar partai. Ketika masuk partai lenyaplah sudah jati diri mereka yang dulu. Banyaklah alasan yang membenarkan itu. Sistemlah, jatah untuk partailah, dan lain sebagainya.

Jadi saya sebagai orang awam bertanya-tanya. Kalau sistem dalam partai menghendaki seperti itu – mencari uang dengan cara licik - apalah perlunya didirikan partai. Mendingan tidak usah ada partai. Karena partai hanyalah sebuah badan usaha yang mencari dana untuk menghidupi dirinya dan anggotanya dalam rangka mencapai kekuasaan. Kalau partai hanya menjadi gumpalan penyakit yang menggerogoti kesehatan bangsa bukankah lebih baik partai dihilangkan saja?

Tapi kita kan negara demokrasi? Yang harus ada sistem perwakilan? Dan untuk mendudukkan perwakilan rakyat harus melalui partai-partai yang ikut pemilu? Iya sih. Tapi kalau partainya semakin tidak bisa mencari perwakilan rakyat yang baik, cerdas, amanah, trus bagaimana? Apakah akan seperti ini? Apakah kita akan terus-menerus mendapatkan wakil rakyat yang nanti pada akhirnya mereka muncul di TV digelandang oleh orang-orang berpakian rompi putih bertuliskan KPK dengan huruf P warna merah? Tapi rakyat juga khan yang memilih? Ya rakyat terpaksa aja memilih orang yang tidak dikenal. Rakyat sungkan pada pak RT masak hari pencoblosan kok berdiam diri dirumah tidak memilih. Lha yang mau dipilih gak ada, gak ada yang memberi harapan. Asal coblos sajalah!

Lalu beberapa hari ini saya berpikir lagi. Bagaimana mungkin saya harus memilih artis seksi itu yang sekarang pakai jilbab yang dicalegkan oleh partai berbasis islam, sementara beberapa minggu yang lalu saya masih mendapati beliau memakai celana pendek yang memperlihatkan pahanya dan tampil menggoda di sebuah acara TV? Yaaa mungkin beliaunya sudah berubah, sudah bertobat. Kalau tobatnya beneran ya syukur, tapi ini? Eh jangan su’udzon… Kita sudah sering khusnuzdon tentang hal ini tapi pada akhirnya buruk juga hasilnya. Siapa sih yang bodoh atau dibodohi. Bukankah seharusnya partai menyediakan pilihan untuk rakyat calon-calon wakil rakyat yang  berkualitas baik dan bertrack record baik? Sehingga rakyat tidak mungkin salah pilih karena partai sudah menjalankan sistem penjaringan yang baik untuk meloloskan calon wakilnya. Kalau ini bisa dijalankan maka partai memang harus atau wajib ada. Tapi kalau sistem ini tidak ada, maka partaipun tidak perlu ada. Bolehlah partai bekerja keras untuk meraih suara bayak-banyak. Tapi jangan begini dong caranya. Merekrut artis terkenal, artis seksi, kontroversi. Ini adalah pembodohan sistemik oleh partai-partai. Rakyat dipandang sebagai kumpulan massa yang menyenangi hal-hal bernuansa keseksian, rakyat tertarik pada hal-hal  fisik semata. Kalau memang kondisi masyarakat memang ‘agak sakit’ seperti itu; bukankah partai-partai juga bertanggung jawab menyembuhkan kondisi yang sakit itu.

Bagaimana caranya: Ya….sediakan buat rakyat wakil-wakil yang sholeh, cerdas, amanah. Trus mereka terbiasa memilih orang baik untuk menjadi wakilnya. Pastilah banyak orang-orang baik berjiwa pahlawan tanpa pamrih yang ada di Indonesia. Hai partai-partai, temukanlah mereka. Kalau kalian tidak sanggup lenyapkan saja dirimu daripada dirimu berandil dosa menjerumuskan rakyat indonesia untuk memilih wakil-wakil buruk yang kalian sediakan. [kompas]